Mother Teresa (1910-1997) adalah seorang biarawati Khatolik Roma. Dia memulai pelayanannya di India sebagai guru. Namun kemiskinan yang memprihatinkan di seluruh Calcutta meninggalkan kesan mendalam padanya.Mulailah ia mendirikan ordo Utusan-Utusan Pembawa Kasih, dan mulai merawat mereka yang sakit dan kelaparan.
Seorang pria sakit luka, dan lalat-lalat telah bertelur di lukanya. Satu dari kakinya dimakan oleh belatung, larva lalat-lalat. Pemandangan itu begitu menjijikan. Baunya membuat orang mual. Wajah Mother Teresa pucat saat dia menarik keluar larva putih yang terayun-ayun. Dia harus mengeluarkan semua belatung itu, kemudian membalut luka dan mensterilkannya. Dia mengingatkan diri sendiri bahwa menolong orang itu sama saja menolong Yesus. Saat pria itu dibersihkan dan diperban, Mother Teresa berkata pada suster-suster pemulanya, “Bila saya tidak percaya dengan segenap hati dan jiwa bahwa tubuh orang ini adalah tubuh Yesus, saya tidak akan tahan barang sejenak.”
Suatu hari saat berjalan tidak jauh dari Creek Lane, Mother Teresa melihat seorang pria berbaring di sisi jalan sangat dekat dengan Rumah Sakit Campbell. Denyut nadinya sangat pelan. “Pria malang ini hampir meninggal,” kata Mother Teresa. “Ayo kita bawa dia ke rumah sakit.” “Kami tidak dapat memberi tempat untuknya,” kata penjaga rumah sakit dengan cara yang tidak jelas. Mother Teresa bergegas mencari obat. Saat dia kembali, pria itu telah meninggal.  Dia bergegas menghampiri seorang komisaris polisi untuk menyampaikan kekesalannya. Sebelum Mother Teresa dapat mengatakan apa-apa, polisi itu berkata, “beberapa orang kemari beberapa hari yang lalu untuk mengeluhkan Anda lagi. Usir wanita Eropa yang sok ikut campur itu, desak mereka. Saya berkata, “Pasti, bila Anda mau menyuruh istri dan anak-anak perempuan Anda untuk melakukan pekerjaan yang sedang dilakukan dia dan para suster sekarang.” Polisi itu tersenyum. “Jawaban semacam itu selalu membungkam mulut mereka. Tidak ada yang pernah ingin melakukan pekerjaan yang mematahkan hati dan mematahkan punggung seperti yang Anda lakukan.”  “Saya mencoba membawa seorang pria sekarat ke rumah sakit, “ katanya, tidak mempedulikan pujian itu.  “Mereka tidak mau membawanya. Sekarang pria itu meninggal.”
Ketika Mother Teresa membutuhkan sebuah rumah yang lebih besar untuk menampung orang-orang sakit, seorang bernama Bapa Henry menyarankan untuk mengambil rumah sangat besar di jalan Lower Circular. Rumah ini adalah milik seorang hakim kaya beragama muslim. Hakim ini ingin menjualnya, kira-kira lebih dari 100 ribu rupee. “Lebih dari 100 ribu! Tapi dari mana kami bisa mendapat uang sebanyak itu?” Tanya Mother Teresa. “Kami hanya memiliki sedikit uang, tapi itu untuk hal-hal penting seperti obat.” “Uskup kepala memberitahu saya bahwa keuskupan akan mengusahakan uang tersebut,” jawab Bapa Henry. Dalam pergumulan akan tempat yang lebih besar itu akhirnya Tuhan membuka jalan secara ajaib, sang hakim bahkan mempersembahkan rumahnya secara sukarela untuk dipakai dalam pelayanan Mother Teresa.
Ketika suster-suster di bawahnya ditanyakan oleh seorang pastor, “Saudaraku terkasih, apa yang engkau harapkan dari Tuhan dan GerejaNya?”  Maka jawab mereka, “Saya berharap agar saya boleh mengikut Kristus, belahan jiwa saya dan tetap bertekun dalam komunitas religious ini sampai mati.”
Di tahun 1979, Mother Teresa mendapat anugerah Nobel. Di hari Perayaan Perjamuan dia tidak datang, tetapi meminta agar uang $192.000 diberikan kepada orang miskin.
Selama dua decade terakhir dalam hidupnya, Mother Teresa menderita banyak masalah kesehatan namun tidak ada yang mampu menghentikannya dari menunaikan misinya melayani yang miskin dan yang membutuhkan. Sampai di saat terakhir hidupnya dia masih aktif berkeliling dunia mengunjungi cabang-cabang pelayanannya.
Mother Teresa memakai seluruh hidupnya secara total bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk mengasihi orang lain; mengasihi mereka yang terlupakan, tertolak, dan tidak dihiraukan.  Ia melakukannya karena ia meneladani Kristus, yang sudah terlebih dahulu memberikan diri-Nya sendiri secara total untuk mengasihi dia.  Mother Teresa “mati-matian” (baca ‘something to die for’) untuk Tuhan Yesus yang mengasihi dia dengan mati di kayu salib.  Untuk apakah engkau sedang mati-matian (‘something to die for’) hari ini?  Maukah engkau mati-matian untuk mengasihi Kristus dan melakukan apa yang Dia kehendaki?  Something to die for‼!
mother_teresa2

It is not how much we do,
but how much love we put in the doing.
It is not how much we give,
but how much love we put in the giving.”